Pengikut

Senin, 02 Juli 2012

Puncak Peringatan Hari Air Dunia 2012
22 Mei 2012


 

Peringatan Hari Air Dunia merupakan suatu momentum yang sangat tepat untuk merenungkan segala perilaku kita terhadap air dan sumber-sumbernya, serta untuk berkomitmen dalam memulihkan dan melestarikan air dan sumber-sumbernya, agar dapat diwariskan kepada generasi berikutnya dengan baik.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Pekerjaan Umum (PU), Djoko Kirmanto dalam acara Puncak Peringatan Hari Air Dunia XX tahun 2012 di Situ Cipule, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (12/5). Hadir pula diantaranya Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Air (SDA), Muhammad Hasan, Inspektur Jenderal Kementerian PU, Basoeki Hadimoeldjono, Dirjen Sarana dan Prasarana Kementerian Pertanian, Sumarjo Gatot Irianto, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, Aktivis Erna Witoelar dan sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian PU.
Sesuai dengan tema Hari Air Dunia XX yaitu Ketahanan Air dan Pangan, Djoko mengungkapkan bahwa salah satu permasalahan terkait ketersediaan air di Indonesia adalah masih rendahnya tampungan air per kapita di negara kita. Dari 700 triliun m³ potensi air di Indonesia, baru 200 miliar m3 atau kurang lebih 52,3 m3 per kapita yang dapat dikendalikan melalui 284 waduk di Indonesia.
Sedangkan total produksi padi yang dibutuhkan pada tahun 2014 adalah sebesar ± 78 juta ton gabah kering giling (GKG). Hal ini didasarkan oleh peningkatan kebutuhan beras nasional dan kebutuhan surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014 sesuai arahan Presiden RI.
“Berbicara tentang peningkatan produksi padi dari sudut pandang Kementerian PU adalah ekuivalen dengan bagaimana menjaga dan meningkatkan luas areal tanam pada tahun 2014”,Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE. Berdasarkan data BPS tahun 2010, Indonesia memiliki total areal sawah seluas 9.45 juta Ha.
Sebagian besar diantaranya merupakan persawahan beririgasi (7,23 juta Ha; 76%), persawahan rawa pasang surut (488 ribu Ha; 5%), persawahan rawa lebak (172 ribu Ha; 2%), dan irigasi air tanah (92 ribu Ha; 1%). Selebihnya berupa sawah tadah hujan, sawah irigasi desa, dan ladang (1,473,810 Ha; 16%).
“Dari produksi padi nasional 2010 sebesar 66,5 juta ton, dengan luas panen sebesar 12,8 juta Ha dan produktivitas rata – rata nasional sebesar 4,6 ton/Ha diketahui bahwa persawahan beririgasi masih merupakan kontributor dominan sebesar kurang lebih 85 persen, sehingga perlu dijaga keberlanjutannya dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional”, jelas Djoko.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Pelaksana Panitia Nasional Peringatan HAD XX Tahun 2012, Sugiyanto menjelaskan bahwa penyelenggaraan Hari Air Dunia ke-20 tahun ini selain dilaksanakan di pusat, juga tercatat 19 provinsi yang menyelenggarakan Peringatan Hari Air Dunia di daerah.
Berbagai agenda Panitia Nasional yang telah dilaksanakan mulai Maret hingga Mei 2012 diantaranya Publikasi, Seminar Nasional dan Lokakarya, Kampanye Peduli Air, Gerakan Masyarakat seperti Aksi Donor Darah, Gerakan Bersih Sungai Ciliwung, Penanaman Mangrove, Gerakan Pembersihan Saluran Irigasi Tersier, Pameran Hari Air Dunia, dan lain sebagainya.
“Melalui kegiatan hari ini, diharapkan bahwa semua pihak terinspirasi, serta berkomitmen untuk melakukan tindak menghemat pemanfaatan air, dan memulihkan kondisi sumber daya air dan daerah tangkapan air yang telah mengalami degradasi fungsi dan daya dukungnya dalam rangka meningkatkan ketahanan air guna mendukung ketahanan pangan secara berkelanjutan”, jelas Sugiyanto. Dalam acara ini juga dilaksanakan demo Sistem Irigasi Tetes dan Sprinkler, Panen Padi, Tanam Pohon dan Tabur Benih Ikan, serta Gelar Tanaman Pangan. (siaran pers PU/eko)

Rabu, 12 Oktober 2011

Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Dalam bahasa Sansekertasri berarti “bercahaya” danwijaya berarti “kemenangan”. Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok I-tsing menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Prasasti paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7 yaitu Prasasti Kedukan Bukit di Palembang bertarikh 682.

Sriwijaya (Srivijaya) adl kerajaan maritim yg kuat di pulau Sumatera dan berpengaruh di Nusantara daerah kekuasaan Sriwijaya meliputi Kamboja Thailand Semenanjung Malaya Sumatera Jawa Kalimantan dan Sulawesi.
Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahan mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangandiantara serangan dari raja Dharmawangsa dari Jawa ditahun 990 dan tahun 1025 serangan Rajendra Coladewa dari Koromandel selanjut tahun 1183 Sriwijaya dibawah kendali kerajaan Dharmasraya. Dan di akhir masa kerajaan ini takluk di bawah kerajaan Majapahit.
Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal dan kerajaan besar Nusantara selain Majapahit di Jawa Timur. Pada abad ke-20 kedua kerajaan tersebut menjadi referensi olehkaum nasionalis utk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelelum kolonialisme Belanda.
Sriwijaya disebut dgn berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebut Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts’i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sansekerta dan Pali kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab menyebut Zabaj dan Khmer menyebut Malayu.Sementara dari peta Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang ada 3 pulau Sabadeibei yg berkaitan dgn Sriwijaya.
Eksistensi Sriwijaya diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Cœdès dari École française d’Extrême-Orient. Sekitar tahun 1992 hingga 1993 Pierre-Yves Manguin membuktikan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan Indonesia). Namun Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak di provinsi Jambi sekarang yaitu pada kawasan sehiliran Batang Hari antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi.

Pembentukan dan Pertumbuhan Kerajaaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara maritim. Negara ini tak memperluas kekuasaan diluar wilayah kepulauan Asia Tenggara dgn pengecualian berkontribusi utk populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat. Sekitar tahun 500 akar Sriwijaya mulai berkembang di wilayah sekitar Palembang Sumatera. Kerajaan ini terdiri atas tiga zona utama daerah ibukota muara yg berpusatkan Palembang lembah Sungai Musi yg berfungsi sebagai daerah pendukung dan daerah-daerah muara saingan yg mampu menjadi pusat kekuasan saingan. Wilayah hulu sungai Musi kaya akan berbagai komoditas yg berharga utk pedagang Tiongkok Ibukota diperintah secara langsung oleh penguasa sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh datu setempat.
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya menjadikan Sriwijaya mengontrol dua pusat perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan observasi ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja. Di abad ke-7 pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong di awal abad ke-8 berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasi atas Kamboja sampai raja Khmer Jayawarman II pendiri imperium Khmer memutuskan hubungan dgn kerajaan di abad yg sama.
DariPrasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang Jayanasa Kerajaan Minanga takluk di bawah imperium Sriwijaya. Penguasaan atas Malayu yg kaya emas telah meningkatkan prestise kerajaan.
BerdasarkanPrasasti Kota Kapur yg yg berangka tahun 682 dan ditemukan di pulau Bangka Pada akhir abad ke-7 kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera pulau Bangka dan Belitung hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer utk menghukum Bhumi Jawa yg tak berbakti kepada Sriwijaya peristiwa ini bersamaan dgn runtuh Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yg kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka Selat Sunda Laut China Selatan Laut Jawa dan Selat Karimata.
Abad ke-7 orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan di Sumatera yaitu Malayu dan Kedah dan tiga kerajaan di Jawa menjadi bagian kemaharajaan Sriwijaya. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa antara lain Tarumanegara dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan pada masa ini pula wangsa Melayu-Budha Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa disana. Di abad ini pula Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. Di masa berikut Pan Pan dan Trambralinga yg terletak di sebelah utara Langkasuka juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Di abad ke-9 wilayah kemaharajaan Sriwijaya meliputi Sumatera Sri Lanka Semenanjung Malaya Jawa Barat Sulawesi Maluku Kalimantan dan Filipina. Dengan penguasaan tersebut kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yg hebat hingga abad ke-13.
Setelah Dharmasetu Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yg ekspansionis Samaratungga tak melakukan ekspansi militer tetapi lbh memilih utk memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinan ia membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yg selesai pada tahun 825.

Budha Vajrayana di Kerajaan Sriwijaya

Sebagaipusat pengajaran Budha Vajrayana Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I-tsing yg melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studi di Universitas Nalanda India pada tahun 671 dan 695 serta di abad ke-11 Atisha seorang sarjana Budha asal Benggala yg berperan dalam mengembangkan Budha Vajrayana di Tibet. I-tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi ribuan sarjana Budha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pengunjung yg datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan. Ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya.

Relasi Kerajaan Sriwijaya dgn Kekuatan Regional

Dari catatan sejarah danbukti arkeologi dinyatakan bahwa pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara antara lain Sumatera Jawa Semenanjung Malaya Kamboja dan Vietnam Selatan . Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yg mengenakan biaya atas tiap kapal yg lewat. Sriwijaya mengakumulasi kekayaan sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yg melayani pasar Tiongkok dan India.
Pada masa awalKerajaan Khmer juga menjadi daerah jajahan Sriwijaya. Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya di propinsi Surat Thani Thailand Selatan sebagai ibu kota terakhir kerajaan tersebut pengaruh Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom That yg bergaya Sriwijaya. Setelah kejatuhan Sriwijaya Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya Thatong (Kanchanadit) dan Khirirat Nikhom.
Sriwijaya juga berhubungan dekat dgn kerajaan Pala di Benggala dan sebuah prasasti berangka 860 mencatat bahwa raja Balaputra mendedikasikan seorang biara kepada Universitas Nalada Pala. Relasi dgn dinasti Chola di India selatan cukup baik dan kemudian menjadi buruk setelah Rajendra Coladewa naik tahta dan melakukan penyerangan di abad ke-11.
Minanga merupakan kekuatan pertama yg menjadi pesaing Sriwijaya yg akhir dapat ditaklukkan pada abad ke-7. Kerajaan Melayu ini memiliki pertambangan emas sebagai sumber ekonomi dan kata Swarnnadwipa (pulau emas) mungkin merujuk pada hal ini. Dan kemudian Kedah juga takluk dan menjadi daerah bawahan.

Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Pada paruh pertama abad ke-10 diantara kejatuhan dinasti Tang dan naik dinasti Song perdagangan dgn luar negeri cukup marak terutama Fujian kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada tahun 903 penulis Muslim Ibnu Batutah sangat terkesan dgn kemakmuran Sriwijaya. Daerah urban kerajaan meliputi Palembang (khusus Bukit Seguntang) Muara Jambi dan Kedah. Di tahun 902 Sriwijaya mengirimkan upeti ke China. Dua tahun kemudian raja terakhir dinasti Tang menganugerahkan gelar kepada utusan Sriwijaya. Dari literatur Tiongkok utusan itu mempunyai nama Arab hal ini memberikan informasi bahwa pada masa-masa itu Sriwijaya sudah berhubungan dgn Arab yg memungkinkan Sriwijaya sudah masuk pengaruh Islam di dalam kerajaan.

Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya

Rajendra Coladewa pada tahun 1025 raja Chola dari Koromandel India selatan menaklukkan Kedah dan merampas dari Sriwijaya. Kemudian Kerajaan Chola meneruskan penyerangan dan berhasil penaklukan Sriwijaya selama beberapa dekade berikut keseluruh imperium Sriwijaya berada dalam pengaruh Rajendra Coladewa. Meskipun demikian Rajendra Coladewa tetap memberikan peluang kepada raja-raja yg ditaklukan utk tetap berkuasa selama tetap tunduk kepadanya. Setelah invasi tersebut akhir mengakibatkan melemah hegemoni Sriwijaya dan kemudian beberapa daerah bawahan membentuk kerajaan sendiri dan kemudian muncul Kerajaan Dharmasraya sebagai kekuatan baru dan kemudian mencaplok kawasan semenanjung malaya dan sumatera termasuk Sriwijaya itu sendiri.
Istilah San-fo-tsi terutama pada tahun 1225 tak lagi identik dgn Sriwijaya melainkan telah identik dgn Dharmasraya dimana pusat pemerintahan dari San-fo-tsi telah berpindah jadi dari daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut merupakan daftar jajahan kerajaan Dharmasraya yg sebelum merupakan daerah bawahan dari Sriwijaya dan berbalik menguasai Sriwijaya beserta daerah jajahan lainnya.
Antara tahun 1079 - 1088 kronik Tionghoa masih mencatat bahwaSan-fo-ts’i masih mengirimkan utusan dari Jambi dan Palembang. Dalam berita Cina yg berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa kerajaan San-fo-tsi pada tahun 1082 mengirim utusan dimana pada masa itu Cina di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi yg merupakan surat dari putri raja yg diserahi urusan negara San-fo-tsi serta menyerahkan pula 227 tahil perhiasan rumbia dan 13 potong pakaian. Dan kemudian dilanjutkan dgn pengiriman utusan selanjut di tahun 1088.
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yg ditulis pada tahun 1178 Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yg sangat kuat dan kaya yakni San-fo-ts’i dan Cho-po (Jawa). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyat memeluk agama Budha dan Hindu sedangkan rakyat San-fo-ts’i memeluk Budha dan memiliki 15 daerah bawahan yg meliputi; Pong-fong (Pahang) Tong-ya-nong (Terengganu) Ling-ya-si-kia (Langkasuka) Kilantan (Kelantan) Fo-lo-an (muara sungai Dungun daerah Terengganu sekarang) Ji-lo-t’ing (Cherating pantai timur semenanjung malaya) Ts’ien-mai (Semawe pantai timur semenanjung malaya) Pa-t’a (Sungai Paka pantai timur semenanjung malaya) Tan-ma-ling (Tambralingga Ligor selatan Thailand) Kia-lo-hi (Grahi Chaiya sekarang selatan Thailand) Pa-lin-fong (Palembang) Kien-pi (Jambi) Sin-t’o (Sunda) Lan-wu-li (Lamuri di Aceh) and Si-lan (Kamboja).
DalamKidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan juga disebut ‘Arya Damar’ sebagai bupati Palembang yg berjasa membantu Gajah Mada dalam menaklukkan Bali pada tahun 1343 Prof. C.C. Berg menganggap identik dgn Adityawarman. Dan kemudian pada tahun 1347 Adityawarman memproklamirkan diri menjadi raja di Malayapura sesuai dgn manuskrip yg terdapat pada bagian belakang Arca Amoghapasa. Kemudian dari Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah yg kemungkinan ditulis sebelum pada tahun 1377 juga terdapat kata-kata bumi palimbang.
Pada tahun 1275 Singhasari penerus kerajaan Kediri di Jawa melakukan suatu ekspedisi dalam Pararaton disebut semacam ekspansi dan menaklukan bhumi malayu yg dikenal dgn nama Ekspedisi Pamalayu yg kemudian Kertanagara raja Singhasari menghadiahkan Arca Amoghapasa kepada Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa raja Melayu di Dharmasraya seperti yg tersebut dalam Prasasti Padang Roco. Dan selanjut pada tahun 1293 muncul Majapahit sebagai pengganti Singhasari dan setelah Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi naik tahta memberikan tanggung jawab kepada Adityawarman seorang peranakan Melayu dan Jawa utk kembali menaklukkan Swarnnabhumi pada tahun 1339. Dan dimasa itu nama Sriwijaya sudah tak ada disebut lagi tapi telah diganti dgn nama Palembang hal ini sesuai dgn Nagarakretagama yg menguraikan tentang daerah jajahan Majapahit.

Perdagangan Kerjaaan Sriwijaya

Dalam perdagangan Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok yakni dgn penguasaan atas selat Malaka dan selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditi seperti kamper kayu gaharu cengkeh pala kepulaga gading emas dan timah yg membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yg melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal di seluruh Asia Tenggara.

Pengaruh Budaya dan Agama Islam

Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India pertama oleh budaya Hindu dan kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di Sriwijaya pada tahun 425 Masehi. Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9. Sehingga secara langsung turut serta mengembangkan bahasa Melayu dan kebudayaan Melayu di Nusantara.
Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yg termahsyur sebagai bandar pusat perdagangan di Asia Tenggara sekaligus sebagai pusat pembelajaran agama Budha juga ramai dikunjungi pendatang dari Timur Tengah dan mulai dipengaruhi oleh pedagang dan ulama muslim. Sehingga beberapa kerajaan yg semula merupakan bagian dari Sriwijaya kemudian tumbuh menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera kelak disaat melemah pengaruh Sriwijaya.
Pengaruh orang muslim Arab yg banyak berkunjung di Sriwijaya raja Sriwijaya yg bernama Sri Indrawarman masuk Islam pada tahun 718. Sehingga sangat dimungkinkan kehidupan sosial Sriwijaya adl masyarakat sosial yg di dalam terdapat masyarakat Budha dan Muslim sekaligus. Tercatat beberapa kali raja Sriwijaya berkirim surat ke khalifah Islam di Suriah. Bahkan disalah satu naskah surat adl ditujukan kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M) dgn permintaan agar khalifah sudi mengirimkan da’i ke istana Sriwijaya.

Warisan Sejarah Kemaharajaan Sriwijaya

Berdasarkan Hikayat Melayu pendiri Kesultanan Malaka mengaku sebagai pangeran Palembang keturunan keluarga bangsawan Palembang dari trah Sriwijaya. Hal ini menunjukkan bahwa pada abad ke-15 keagungan gengsi dan prestise Sriwijaya tetap dihormati dan dijadikan sebagai sumber legitimasi politik bagi penguasa di kawasan ini.
Nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan sebagai nama jalan di berbagai kota dan nama ini telah melekat dgn kota Palembang dan Sumatera Selatan.Universitas Sriwijaya yg didirikan tahun 1960 di Palembang dinamakan berdasarkan kedatuan Sriwijaya. Demikian pulaKodam Sriwijaya (unit komando militer) PT Pupuk Sriwijaya (Perusahaan Pupuk di Sumatera Selatan)Sriwijaya Post (Surat kabar harian di Palembang) Sriwijaya TV Sriwijaya Air (maskapai penerbangan) Stadion Gelora Sriwijaya dan Sriwijaya Football Club (Klab sepak bola Palembang) semua dinamakan demikian utk menghormati memuliakan dan merayakan kegemilangan kemaharajaan Sriwijaya.
Di samping Majapahit kaum nasionalis Indonesia juga mengagungkan Sriwijaya sebagai sumber kebanggaan dan bukti kejayaan masa lampau Indonesia.Kegemilangan Sriwijaya telah menjadi sumber kebanggaan nasional dan identitas daerah khusus bagi penduduk kota Palembang provinsi Sumatera Selatan dan segenap bangsa Melayu. Bagi penduduk Palembang keluhuran Sriwijaya telah menjadi inspirasi seni budaya seperti lagu dan tarian tradisional Gending Sriwijaya. Hal yg sama juga berlaku bagi masyarakat Thailand Selatan yg menciptakan kembali tarian Sevichai (Sriwijaya) yg berdasarkan pada keanggunan seni budaya Sriwijaya.

Raja-raja Sriwijaya : Para Maharaja Sriwijaya

Tahun Nama Raja Ibukota Catatan Sejarah
671 Dapunta Hyang Sri Jayanasa Srivijaya Catatan perjalanan I-tsing di tahun 671-685Prasasti Kedukan Bukit (683) Talang Tuo (684) dan Kota Kapur Penaklukan Malayu penaklukan Jawa
702 Sri IndravarmanChe-li-to-le-pa-mo SrivijayaShih-li-fo-shih Utusan ke Tiongkok 702-716 724Utusan ke Khalifah Muawiyah I dan Khalifah Umar bin Abdul Aziz
728 Rudra VikramanLieou-t’eng-wei-kong SrivijayaShih-li-fo-shih Utusan ke Tiongkok 728-742
743-760 Tidak ada berita pada periode ini
Pindah ke Jawa Wangsa Sailendra mengantikan Wangsa Sanjaya
760 Maharaja WisnuDharmmatunggadewa Jawa Prasasti Ligor A menaklukkan Kamboja.
775 Dharanindra Sanggramadhananjaya Jawa Prasasti Candi Kalasan 778
782 Samaragrawira Jawa Prasasti Nalanda
792 Samaratungga Jawa Prasasti Karang Tengah tahun 824.825 menyelesaikan pembangunan candi Borobudur
Kebangkitan Wangsa Sanjaya Rakai Pikatan
835 Balaputradewa SrivijayaSuwarnabhumi Kehilangan kekuasaan di Jawa dan kembali ke SrivijayaPrasasti Nalanda (860)
860-960 Tidak ada berita pada periode ini
960 Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan SrivijayaSan-fo-ts’i Utusan ke Tiongkok 960 & 962
980 Hie-tche (Haji) SrivijayaSan-fo-ts’i Utusan ke Tiongkok 980 & 983
988 Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa SrivijayaSan-fo-ts’i Utusan ke Tiongkok 988-992-1003990 Jawa menyerang Srivijaya pembangunan kuil utk Kaisar China Prasasti Tanjore atau Prasasti Leiden (1044) pemberian anugrah desa oleh raja-raja I
1008 Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi SrivijayaSan-fo-ts’i Utusan ke Tiongkok 1008
1017 Sumatrabhumi SrivijayaSan-fo-ts’i Utusan ke Tiongkok 1017
1025 Sangramavijayottungga SrivijayaSan-fo-ts’i Diserang oleh Rajendra ColadewaPrasasti Chola pada candi Rajaraja Tanjore
1028 Dibawah Dinasti Rajendra Coladewa dari Koromandel
1079 Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo PalembangPa-lin-fong Utusan ke Tionkok 1079Memperbaiki candi Tien Ching di Kuang Cho (dekat Kanton)
1100 Rajendra II PalembangPa-lin-fong
1156 Rajendra III PalembangPa-lin-fong Piagam Larger Leyden Plates
1183 Dibawah Dinasti Mauli Kerajaan Melayu
1183-1286 Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa Dharmasraya Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand
1286-1293 Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa Dharmasraya Prasasti Padang Roco tahun 1286 di Siguntur
1293-1339 Tidak ada berita pada periode ini
1339 Palembang Dibawah Dinasti Majapahit
1347 Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa Malayapura Kembali dibawah Dinasti Mauli
1409 Penaklukan kembali oleh Majapahit sebagian dari bangsawan pindah ke Tumasik atau Malaka
Sumber: dari
berbagai sumber

Banjir Melanda Desa Sungkai Kecamatan Bajubang Selama Tiga Hari

banjir nya desa sungakai
gawat mang banjir
pjs kades desa sungkai muhamad hatta dan ketua bpd desa sungkai lagi dorong motor dinas lagi mogok
hujan deras banjir
tolong banjir..............
banjirrrrrrrrrrrrrrr
tolong dong pak bupati pak gubenur pak presiden
banjir lek
banjir mang

Selasa, 11 Oktober 2011

Pesan untuk Hari Air Dunia, Krisis Air Perkotaan

Salah satu Pemerintahan, Kebijakan Lemah, Manajemen Miskin, Tidak Satu Kelangkaan

Berikut adalah pesan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon untuk Hari Air Dunia, untuk diamati 22 Maret:

Sebagai grafik dunia masa depan yang lebih berkelanjutan, interaksi penting antara air, pangan dan energi merupakan salah satu tantangan yang paling berat yang kita hadapi. Tanpa air tidak ada martabat dan melarikan diri dari kemiskinan. Namun, Tujuan Pembangunan Milenium target untuk air dan sanitasi adalah di antara mereka yang banyak negara yang paling tertinggal.

Dalam sedikit lebih dari satu generasi, 60 persen dari populasi global akan tinggal di kota-kota dan kota, dengan banyak peningkatan yang terjadi di daerah kumuh kota dan permukiman ilegal dari dunia berkembang. Tema ketaatan tahun ini Hari Air Sedunia - "Air untuk Kota" - menyoroti beberapa tantangan utama masa depan yang semakin perkotaan.

Urbanisasi membawa peluang untuk pengelolaan air yang lebih efisien dan memperbaiki akses ke air minum dan sanitasi. Pada saat yang sama, masalah ini sering diperbesar di kota-kota, dan saat ini melampaui kemampuan kita untuk merancang solusi.

Selama dekade terakhir, jumlah penduduk kota yang tidak memiliki akses ke keran air di rumah mereka atau sekitar langsung telah meningkat oleh 114 juta orang, dan jumlah mereka yang tidak memiliki akses ke fasilitas sanitasi paling dasar telah meningkat sebesar 134 juta . Ini meningkat 20 persen memiliki dampak yang sangat merugikan pada kesehatan manusia dan pada produktivitas ekonomi: orang yang sakit dan tidak mampu bekerja.

Tantangan Air melampaui pertanyaan dari akses. Di banyak negara, perempuan terpaksa putus sekolah karena kurangnya fasilitas sanitasi, dan wanita dilecehkan atau diserang ketika membawa air atau mengunjungi toilet umum. Selain itu, anggota termiskin dan paling rentan masyarakat sering memiliki sedikit pilihan tapi untuk membeli air dari penjaja informal pada harga diperkirakan 20 sampai 100 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tetangga mereka yang lebih kaya, yang menerima air ledeng kota di rumah mereka. Ini bukan hanya tidak lestari; itu tidak bisa diterima.

Masalah air akan menjadi figur yang menonjol pada Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan datang Pembangunan Berkelanjutan di Rio de Janeiro, pada tahun 2012 - Rio +20. Panel tingkat tinggi saya tentang Keberlanjutan Global dan UN-Water yang meneliti cara-cara di mana kita dapat menghubungkan titik-titik antara keamanan air, energi dan makanan, dengan tujuan mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan, menghasilkan pekerjaan, dan meminimalkan resiko perubahan iklim dan stres lingkungan.

Pada Hari Air Sedunia, saya mendesak pemerintah untuk mengakui krisis air perkotaan untuk apa itu - krisis pemerintahan, kebijakan yang lemah dan manajemen yang buruk, bukan salah seorang dari kelangkaan. Mari kita juga berjanji untuk membalikkan penurunan yang mengkhawatirkan dalam pro-miskin investasi di air dan sanitasi. Dan marilah kita menegaskan kembali komitmen kami untuk mengakhiri penderitaan lebih dari 800 juta orang yang, di dunia banyak, masih tidak memiliki air minum yang aman atau sanitasi yang mereka butuhkan untuk kehidupan dalam martabat dan kesehatan yang baik.

Air untuk kamp-kamp pengungsi di Chad timur

Masalah: Kurangnya air minum dan infrastruktur sanitasi bagi para pengungsi. Sedikit sumber daya di suatu daerah hancur oleh kekeringan dan demografis tidak seimbang sebagai akibat dari konflik Darfur.
Tujuan: Pasokan air. Penciptaan infrastruktur sanitasi (kakus, fasilitas cuci, perlengkapan kebersihan dan pembuangan sampah). Pelatihan promotor kebersihan. Meningkatkan kesadaran internasional mengenai konflik Darfur.
Kamp-kamp pengungsi di Chad timur menampung ratusan ribu orang, termasuk Chad pengungsi dan pengungsi dari Darfur, wilayah Sudan barat yang dalam konflik berdarah secara bertahap jatuh ke terlupakan internasional. Kamp-kamp ini berada di wilayah Sahel, zona semi-kering yang telah hancur selama beberapa tahun terakhir oleh kekeringan yang keras. Selain kelangkaan air, tidak ada infrastruktur sanitasi bagi para pengungsi, yang hidup dengan orang-orang terlantar dan penduduk pribumi dalam iklim ketegangan internal.
Konflik Darfur di Sudan barat telah melihat pemerintah melawan kelompok pemberontak sejak awal tahun 2003. Sejak itu, serangan terhadap penduduk sipil telah mengakibatkan sekitar 400.000 kematian, dan lebih dari 2,5 juta orang (hampir separuh penduduk Darfur) harus meninggalkan rumah mereka dan mencari perlindungan di luar kota-kota di kamp-kamp pengungsi, terutama di Chad timur, yang berbatasan dengan Darfur.
Sebuah krisis yang terlupakan
Tanda tangan Perjanjian Perdamaian Darfur Mei 2006 oleh pemerintah dan sejumlah kelompok pemberontak Sudan tidak mengurangi serangan terhadap warga sipil, sebaliknya, ini telah meningkat dari waktu ke waktu. Kekerasan ini telah melintasi perbatasan dan juga pindah ke Chad timur, menciptakan iklim ketidakamanan yang menjengkelkan gerakan migrasi dan semua masalah yang dihasilkan dari ini. Konflik ini telah semakin telah diasingkan untuk dilupakan oleh media, yang mengapa Intermón Oxfam telah meluncurkan program kesadaran internasional publik, yang sangat penting dalam rangka untuk mengumpulkan bantuan lebih lanjut.
Wilayah Sudan berbatasan di mana para pengungsi telah menetap dan di mana serangan paling serius terhadap penduduk Chad telah terjadi merupakan bagian dari Sahel, sebuah lingkungan yang sangat rapuh di mana kemajuan padang pasir cepat dan sumber daya dasar seperti air, kayu dan rumput bagi hewan langka. Akibatnya, dampak demografis kedatangan pengungsi dan orang terlantar serius mengancam keberlanjutan sumber daya tersebut.
Intermón Oxfam telah bekerja sejak tahun 2004 di kamp-kamp pengungsi di Chad timur, di mana pengungsi Darfur, Chad pengungsi sebagai akibat dari ketegangan internal di dalam negara mereka dan penduduk asli daerah tersebut hidup berdampingan. Telah memfokuskan kegiatan pada proyek air dan sanitasi di sejumlah kamp pengungsi, serta mendistribusikan barang-barang non-makanan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan mencegah wabah epidemi dan penyakit.
Lima kamp pengungsi dengan 120.000 orang membutuhkan infrastruktur air dan sanitasi
Air dan sanitasi bagi para pengungsi dari konflik Darfur meliputi lima kamp di Chad: Djabal (17.531 penerima manfaat), Goz Amer (23288), Aradib (19844), tangkas (45.756) dan Goz Beida de Ville (14.500). Semua kamp-kamp ini membutuhkan air minum dan infrastruktur sanitasi, serta pendidikan tentang kebersihan untuk mencegah penyakit. Di beberapa kamp, ​​seperti di Djabal Goz Beida dan, lebih dari 300.000 liter air disediakan setiap hari.
Karya ini terutama didasarkan pada hal berikut:
  1. Menjamin pasokan air.
  2. Mengelola tangki air dan meningkatkan dan pembersihan sumur dan mata air.
  3. Mendistribusikan wadah yang sesuai untuk mengangkut air.
  4. Latrines.Building membangun fasilitas mencuci.
Masalah kebersihan
Selain itu, diperlukan untuk mendistribusikan barang-barang non-makanan antara para pengungsi, seperti sabun dan produk untuk membersihkan kakus, ember, wadah sampah dan kelambu, dan membuat daerah di mana untuk membakar sampah sehingga untuk menghindari kontaminasi air dan menyebarkan penyakit.
Mengurangi risiko penyebaran epidemi dan penyakit adalah tujuan prioritas. Situasi bervariasi tergantung pada kamp-kamp, ​​misalnya, masalah semakin tinggi di kamp Goz Beida karena sejumlah besar sampah dan kurangnya air tanah.
Pendidikan di praktek higienis dan sehat merupakan bagian penting dari pekerjaan bantuan. Intermón Oxfam melatih promotor kesehatan dan kebersihan untuk mengelola sistem sanitasi dan melibatkan seluruh masyarakat dalam tugas-tugas.

Budaya leluhur untuk menyimpan Titicaca

Masalah: Polusi. Kurangnya sanitasi. Kehilangan teknik leluhur untuk penggunaan air.
Tujuan: Untuk memulihkan budaya tradisional, menggabungkan Aymara antarbudaya dan Uru kurikulum di sekolah. Untuk menghentikan pembuangan polutan di danau.
Lokasi: Danau Titicaca, mengangkangi Bolivia dan Peru (departemen La Paz, Oruro dan Puno).
Durasi kegiatan: Sampai Januari 2011.
Tidak terkontrol dumping di Danau Titicaca, kemiskinan ekstrim dan curah hujan terbatas mengancam populasi Aymara dan Uru. Yang terakhir tinggal di pulau terapung yang terbuat dari alang-alang dan mengkonsumsi air danau langsung tanpa jenis kontrol sanitasi. Dalam rangka untuk mengurangi situasi ini, sekolah-sekolah sangat perlu untuk memasukkan ajaran budaya tradisional adat Aymara dan populasi Uru untuk memulihkan penggunaan teknik leluhur untuk penggunaan air dan meningkatkan kesadaran di kalangan pemerintah tentang pembangunan infrastruktur untuk sanitasi dan untuk mengendalikan pembuangan.
Proyek ini berfokus pada pentingnya memulihkan tradisi budaya dalam rangka untuk mengimbangi pergeseran dalam siklus air alami dan menyediakan solusi ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Danau Titicaca meliputi 8.562 km 2 (dua-dan-a-setengah kali ukuran pulau Majorca), dan terletak di perbatasan antara Bolivia dan Peru (departemen dari La Paz, Oruro dan Puno) di wilayah Altiplano antara 3.800 dan hampir 5.000 meter di atas permukaan laut. Danau Titicaca sendiri rata-rata 3.810 meter di atas permukaan laut, sehingga danau dilayari tertinggi di dunia.
Polusi, perubahan iklim dan kurangnya sanitasi
Dalam wilayah iklim yang keras, masalah yang telah timbul dua yang memiliki dampak langsung pada Danau Titicaca: polusi dan penurunan volume air.
Peningkatan polusi adalah hasil dari pembuangan air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan pertambangan dan metalurgi dan pemukim di daerah tersebut. Penurunan volume air danau adalah hasil dari curah hujan yang rendah disebabkan oleh perubahan iklim. Para Puno Meteorologi Nasional dan Layanan hidrologi dilaporkan pada bulan Juni 2010 yang terendah air danau tingkat dalam sepuluh tahun terakhir telah didaftarkan pada November 2009 ketika itu jatuh 1,6 meter di bawah tingkat normal. Saat ini rata-rata 1,35 meter di bawah tingkat normal.
Daerah ini juga ditandai oleh kemiskinan: pendapatan tahunan rata-rata adalah 150 euro per keluarga. Delapan puluh persen dari populasi tidak memiliki dasar air, listrik dan layanan kesehatan, yang memenuhi berbagai persyaratan melalui sumur rumah tangga, lampu minyak tanah, kakus dan praktek obat tradisional.
Menyimpan habitat pulau mengambang
Di pulau-pulau mengambang di Danau Titicaca, yang terbuat dari alang-alang dan dihuni oleh orang-orang Uru, air yang dikonsumsi langsung dari danau tanpa kontrol pemurnian air yang diperlukan. Selanjutnya, memancing di danau merupakan salah satu sumber utama penghidupan bagi masyarakat Uru dan stok ikan baru-baru ini menurun sebagai akibat dari polusi.
Dalam rangka untuk mengatasi situasi ini, Educación Sin Fronteras (ESF) [pendidikan tanpa batas] adalah bekerja untuk menggabungkan antar bahasa Aymara dan Uru kurikulum di sekolah-sekolah di daerah itu untuk meningkatkan kesadaran di antara masyarakat mengenai bahaya yang signifikan yang disebabkan oleh dumping di air danau. LSM ini juga bekerja dengan otoritas politik untuk mengembangkan struktur air minum dan sistem pembuangan untuk mencegah pembuangan yang tidak terkontrol.
Kelestarian lingkungan adalah nilai bahasa Aymara dan Uru asli yang ESF berusaha untuk memasukkan dalam mengajar lokal. Dalam budaya adat, alam merupakan elemen penting di jantung kehidupan sosial ekonomi dari kedua bangsa, yang merupakan sumber rezeki daripada obyek eksploitasi. Dengan demikian, adalah penting untuk melindungi lingkungan alam untuk menjamin manfaat yang berkelanjutan.
Pemulihan dan perbaikan praktik leluhur
Tindakan FEE memperkuat praktek-praktek leluhur pertanian, menggabungkan fitur inovatif yang memungkinkan peningkatan kualitas hidup dari masyarakat sementara menjamin ketahanan pangan melalui langkah-langkah lingkungan. Mengajar sehingga menganggap cara yang mungkin untuk melindungi danau dari polusi parah dan mengumpulkan air dengan menggunakan teknik tradisional, juga meningkatkan kesadaran tentang penggunaan rasional air untuk konsumsi keluarga serta pertanian.
Jika kebijaksanaan leluhur masyarakat adat tidak dilindungi, generasi muda akan mampu melestarikan pengetahuan kuno yang merupakan bagian dari identitas daerah. Salah satu prinsip ESF adalah dasar kelayakan keberlanjutan lingkungan pada pendidikan orang muda, yang mewakili masa depan tanah.

Ambil siklus air di Bosawas

Masalah: Tanah erosi sebagai hasil dari proses ternak dan pertanian yang tidak tepat yang mempengaruhi siklus air. Pemiskinan penduduk. Buta huruf.
Tujuan: program pendidikan masyarakat untuk mengubah proses produksi, mencegah deforestasi dan meningkatkan koeksistensi antar di kalangan masyarakat ras campuran.
Lokasi: Buffer zona di Cagar Bosawas, municipio de Siuna, Managua (Nikaragua) Durasi kegiatan: Februari 2010 - Februari 2012..
Dalam rangka untuk menghentikan deforestasi di Cagar Bosawas di Nikaragua, rencana pendidikan yang terdiri dari praktek-praktek pertanian dan peternakan berkelanjutan harus dikembangkan yang juga mempromosikan hubungan antarbudaya dan hak-hak gender. Kebangkitan kembali nilai-nilai dan pengetahuan masyarakat adat Mayangna untuk berkontribusi pada recoivery dari siklus air alami merupakan bagian penting dari proyek tersebut.
Reserve Bosawas di Nikaragua dinyatakan PBB Cagar Biosfer karena keanekaragaman hayatinya serta pentingnya sebagai habitat multikultural. 42% dari populasi adalah ras campuran, 8% memiliki akar Afrika, 40% adalah Miskito (adat) dan 8% adalah Mayangna (adat). Yang terakhir ini dapat ditemukan terutama dalam "zona penyangga" yang disebut cadangan, dengan kata lain, bagian tetangga kawasan lindung dari cadangan.
Zona penyangga ini sedang menghadapi proses kolonisasi intens oleh penduduk pedesaan ras campuran, yang merupakan ancaman serius bagi ekosistem karena praktik produksi ternak dan pertanian yang menyebabkan deforestasi progresif karena metode yang mengeringkan tanah dan erosi menyebabkan. Tanah terkikis tidak dapat mempertahankan kelembaban, menyebabkan kekeringan dan dampak akibatnya terhadap panen.
Selain fitur lingkungan dan budaya dari zona penyangga, kondisi kehidupan penduduknya sangat miskin, dengan pelayanan kesehatan hampir tidak ada sama sekali. Tidak lebih dari 8,6% memiliki fasilitas air minum dan hanya 10% rumah di daerah tersebut memiliki air listrik. Selanjutnya, setengah dari populasi buta huruf, dengan hanya 22,7% telah menerima pendidikan formal.
Memulihkan dan menjatuhkan nilai-nilai tradisional Mayangna
Salah satu masyarakat adat, Mayangna, memiliki nilai-nilai leluhur dan pengetahuan luas tentang kelestarian lingkungan dan teknik pertanian. Educación Sin Fronteras [pendidikan tanpa batas] telah mengembangkan sebuah proyek yang mendukung bentuk-bentuk alternatif pendidikan masyarakat sesuai dengan konteks spesifik daerah, dan didasarkan pada pemulihan dan menyampaikan pengetahuan leluhur. Dengan demikian, proses pendidikan yang sedang dilakukan di 16 komunitas ras campuran pedesaan di zona penyangga berusaha untuk membawa perubahan signifikan dalam sistem produksi dan hidup berdampingan antarbudaya sehingga membuat lebih baik menggunakan potensi yang ada.
Proyek ini telah didirikan sesuai dengan hak, disetujui oleh Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dari masyarakat adat untuk penggunaan sumber daya alam mereka, untuk pendidikan dalam bahasa mereka sendiri dan untuk mempromosikan budaya mereka, dan menumbuhkan proses belajar bersama yang mendorong masyarakat untuk merancang rencana kehidupan dan lingkungan berdasarkan pada pertukaran budaya dan sikap yang diperoleh selama proses yang berhubungan dengan lingkungan pendidikan.
Proyek ini didasarkan pada proses pelatihan yang akan menargetkan 32 pemimpin, 40 pendidik masyarakat dan 320 manajer pembangunan lokal dalam rangka untuk mencakup masyarakat secara keseluruhan.