Pengikut

Rabu, 18 Mei 2011

Kontainer Hanyut 37 Kontainer Hanyut di Sungai

KONTAINER.jpg

Salah satu kontainer yang jatuh ke sungai




MUARO JAMBI,  - Sebanyak 37 kontainer terguling dan hanyut dibawa arus Sungai Batanghari, Selasa (17/5) dini hari. Tergulingnya peti kemas-peti kemas itu disebabkan kandasnya kapal yang akan sandar di Pelabuhan Talang Duku akibat pendangkalan Sungai Batanghari.

 Puluhan kontainer itu berisi karet yang akan diekspor ke Singapura. Kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Sebab, karet yang sudah terendam kualitasnya turun dan tidak bisa lagi diekspor.

 Kapolsek KSKP Talang Duku Iptu Arief, kepada Tribun menjelaskan bahwa kejadian itu karena faktor kelalain manusia atau human error melainkan karena faktor alam. "Memang benar ada kapal yang kandas di tengah sungai batanghari. Itu karena pasang surut air," ujarnya.

 Kapal yang mengangkut kontainer tersebut adalah kapal Tongkang CSF 2302 TB. Cathay III Tujuan Singapura. Kapten kapal tersebut bernama Abdul Hamid. Tempat kejadian perkara sendiri di Desa Talang Duku persis di sebelah Pos TNI AL. "Kejadiannya lebih kurang pukul 04.00 WIB," ungkap Iptu Arief.

 Hingga sore kemarin, kontainer yang berhasil diamankan sebanyak 28 buah. Kontainer yang berhasil diangkat diamankan di Pelabuhan Talang Duku. Sebagian lagi masih diamankan di Desa Muaro Jambi. Pengamanan sendiri dilakukan warga karena kandas di pinggir sungai dan diikat tali.

Senin, 09 Mei 2011

Pondasi Jembatan Turun Meresahkan Warga Hamparan Perak



LUBUK PAKAM  - Kondisi pondasi jembatan di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, kini sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, pondasi lantainya yang menurun dan melengkung mengancam siapa saja yang melintas di sana.

Tidak hanya itu, jika jembatan berukuran panjang 15 meter dan lebar 6 meter tersebut rubuh, maka empat desa yang berada di Kecamatan Hamparan Perak juga terancam terisolasi, seperti Paluh Kurau, Karang Gading, Telaga Tujuh dan Kota Datar.

Menurut T Saiful Efendi (45) warga setempat, ketika ditemui wartawan beberapa waktu lalu, dilokasi jembatan, mengatakan penurunan pondasi tersebut tidak merusak badan jembatan, namun bila dibiarkan, jembatan dapat saja runtuh secara  tiba-tiba. Selain itu warga khawatir jembatan rubuh ketikan ada yang melintas di atasnya.

"Tidak ada tanda-tanda pada lantai jembatan, tetapi bila dilintasi jembatanya goyang, sehingga warga takut bila melitas darisana," bilangnya. 

Ditambahkanya, sebelumnya saat pertama kali jembatan ini selesai dibangun sekitar lima tahun silam kondisi jembatan rata dan tidak ada tanda-tanda penurunan pondasinya.

Tetapi karena sering dilintasi truk pengangkut kelapa sawit bertonase berat, akibatnya pondasi pada bagian tengah jembatan mengalami penurunan.

Perbaikan Jembatan Paluh Manan Terhambat Anggaran



DELI SERDANG - Perbaikan Jembatan Paluh Manan di Kecamatan Hamparan Perak terhambat keterbatasan anggaran. Demikian pernyataan itu ditegaskan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Ir. Faisal, kepada wartawan.

Dikatakannya, Jembatan Paluh  Manan harusnya memang sudah mengalami perbaikan, dikarenakan pondasinya sudah mengalami penurunan di bagian tengah lantai jembatan. "Jembatan itu satu diantara yang sudah kita inventirisasi untuk diperbaiki," bilangnya.

Namun, akibat keterbatasan anggaran rencana perbaikan jembatan diundur. Dijelaskannya, pelaksanaan pembangunan jembatan Paluh Manan dikerjakan dengan system swakelola.

Dilanjutkanya, bahkan dirinya masih ingat saat pelaksanaan pembangunan jembatan itu. "Pondasi jembatan tersebut,
memang dirancang untuk mampu menahan beban 20 ton, saat dilintasi" bilangnya.

Namun, banyaknya kendaraan yang melintas tanpa diawasi beban tonasenya, membuat dinas PU tidak dapat menjamin lamanya masa ketahanan jembatan.

Jumat, 06 Mei 2011

Banjir Rendam Pematang Buluh



52 Rumah Terendam, 38 KK Mengungsi

BANJIR: Selain di Kabupaten Tanjab Barat, banjir juga melanda kawasan Desa Sungkai Kilangan II Kecamatan Bajubang, di Kabupaten Batanghari .
KUALATUNGKAL - Sedikitnya 52 unit rumah warga di Desa Pematang Lumut Dusun Pematang Buluh Kecamatan Betara, terendam banjir dengan ketinggian lebih kurang 40 cm. Banjir tersebut disebabkan oleh tingginya curah hujan yang menguyur wilayah Tanjab Barat dalam beberapa hari belakang ini, ditambah dengan adanya air kiriman dari Tebing Tinggi yang bermuara di Sungai Pematang Buluh.
Kapolres Tanjab Barat, AKBP Mintarjo, melalui Kapolsek Betara, AKP Susilo, saat dikonfirmasi mengatakan, banjir yang terjadi di Pematang Buluh Kecamatan Betara tersebut, memang akibat hujan yang terus menguyur daerah itu, serta air kiriman dari Tebing Tinggi yang bermuara di Sungai Pematang Buluh.
Diungkapkannya, rumah warga yang terendam banjir ada sebanyak 52 unit. Saat ini penghuni 38 unit rumah yang terendam banjir tersebut, telah mengungsi ke SD Pematang Buluh. “Saat ini masyarakat masih menunggu bantuan Pemkab,” jelasnya saat dikonvirnasi via ponselnya.
Untuk meringankan beban warga yang terkena banjir, Kapolda Jambi, Brigjen Pol Bambang Suparsono melalui Kapolres Tanjab Barat, AKBP Mintarjo, telah memberikan bantuan berupa mie instan, kopi, gula, dan air minum dalam kemasan. Bantuan tersebut langsung diterima oleh perwakilan warga Pematang Buluh.
Terpisah, Peltu Sekda Tanjab Barat, Ir. Firdaus Khattab, menyebutkan jika Pemkab Tanjab Barat saat ini masih mendata jumlah korban musibah banjir tersebut. “kita menunggu laporan jumlah korban dari Camat Betara,” jelasnya.
Ditambahkannya, setelah data diberikan, akan langsung dikirimkan bantuan oleh Pemkab Tanjab Barat melalui Dinas Sosnakertran. Lebih jauh Firdaus mengatakan, sampai saat ini data korban banjir Pematang Buluh belum masuk. “Mungkin saat ini camat masih mendata. Kita tidak bisa memberikan bantuan sebelum ada data jelas mengenai jumlah korban banjir tersebut,” timpalnya.
(ydn/imm

38 Ha Lahan Petani Gagal Panen



Terkait Masalah Banjir

Illustrasi
JAMBI - Akibat hujan yang mengguyur, sekitar 38 Hektare lahan petani di Provinsi Jambi dipastikan gagal panen. Ini diakibatkan lahan petani di beberapa kabupaten terendam banjir. Abu Sucamah, selaku Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jambi, di temui diruang kerjanya kemarin (05/05) mengiyakan hal tersebut. Ia menjelaskan 38 hektar lahan pertanian tersebut berada di kawasan yang langganan banjir.
“Itu baru laporan yang masuk pagi tadi (kemarin-red),” ujarnya.
Ia mengatakan 38 hektare lahan pertanian yang terendam banjir itu, masing-masing berada di Kabupaten Kerinci dan Merangin. Lahan tersebut terdiri dari, 10 hektar kawasan pertanian padi kabupaten Merangin. Sedangkan di Kerinci terdiri dari 15 hektar area pertanian cebe rawit, 12 hektar tanaman padi dan 1 hektar kolam ikan.
“Untuk di kabupaten Kerinci, statusnya sudah Fuso atau tidak bisa digunakan lagi, artinya petani harus menanam ulang lahanya ketika air sudah surut, Sedangkan di Merangin belum dikatahui pasti,” terangnya.
Ia memperkirakan dari banjir tersebut diperkirakan telah merugikan petani jutaaan rupiah. Setiap hektare, lanjutnya, diperkirakan menghasilkan sekitar 25 kilogram benih. Satu kilonya diasumsikan sebesar Rp 6 ribu rupiah. Artinya kerugian ditaksir mencapai Rp 5,7 juta.
Ia mengungkapkan, setiap kabupaten di Provinsi Jambi memang mempunyai kawasan yang rawan banjir. Selain di dua kabupaten tersebut, jelasnya, Sarolangun, Tebo, Bungo, Batanghari, Muaro Jambi, Tanjabbar dan Tanjabtim juga sering terkena banjir.
“Kalau di Sarolangun seperti di Kecamatan Air Hitam,” katanya.
Apalagi, lanjutnya, dikarenakan setiap lahan pertanian mempunyai area bendungan air. Jika bendungan itu meluap, tentunya air akan menggenangi area pertanian.
“Inikan faktor cuaca alam, tidak bisa dihindari,” ujarnya.
Biasanya, jelasnya, jika lahan pertanian hanya terendam air kurang dari tiga hari, lahan tersebut masih bisa dipanen seperti biasanya. Namun jika sudah lewat dari tiga hari, dipastikan lahan tersebut tidak bisa dipanen
”Lewat dari tiga hari statusnya fuso, tidak bisa dipanen lagi,” tukasnya.
Ketika ditanya cara mengantisipasi persoalan tersebut, menurutnya hal ini sudah biasa terjadi. Pihaknyapun sudah mempunyai antisipasi untuk mengatasinya. Distan, jelasnya, siap memberikan bantuan benih kepada petani yang mengalami kerugian akibat lahan terendam banjir. Pihaknya menghimbau kabupaten kota segera mendata petani yang lahannya terendam banjir. Silahkan ajukan bantuan benih ke Distan Provinsi, selanjutnya akan diproses dan di ajukan ke menteri pertanian.
“Prosesnya tidak lama, nanti kita akan ajukan melalui program cadangan benih nasional (CBN),” pungkasnya.
(yos)

Sawah di Desa Batu Sawar Terendam Banjir

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Suang Sitanggang

MUARA BULIAN, TRIBUNJAMBI.COM- 
Banjir yang melanda sebagian kawasan di Kabupaten Batanghari, berdampak pada aktivitas di bidang pertanian. 

Sawah warga di Desa Batu Sawar, Kecamatan Maro Sebo Ulu, dilaporkan telah terendam banjir.

Data dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Batanghari, hingga kini telah 35 hektare sawah di desa tersebut, yang sudah terendam dalam beberapa hari ini.

"Laporan yang sudah masuk sudah 35 hektare yang terendam," kata Hayatul islami, Kadis Pertanian dan tanaman pangan kepada Tribunjambi.com, Jumat (6/5).

Ia mengatakan tidak menutup kemungkinan masih ada lagi sawah yang sudah terendam, namun belum dilaporkan oleh pemiliknya. "Kami akan segera melakukan pendataan," ujarnya.

Diketahui, Desa Batu Sawar cukup sulit dijangkau dari Sungai Rengas, ibukota kecamatan. Selain menempuh perjalanan darat belasan kilometer menuju Desa Peninjauan, kemudian dilanjutkan menggunakan kapal motor, sekitar dua jam perjalanan. (*)

115 Hektar Sawah di Batanghari Terendam

Laporan wartawan Tribun Jambi, Suang Sitanggang
MUARA BULIAN, TRIBUNJAMBI.COM- Petani padi sawah di Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari mencemaskan kondisi meluapnya air sungai. Mereka khawatir padi yang sudah ditanam akan mati, karena sawah sudah terendam beberapa hari ini.

Data yang diperoleh Tribun dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Batanghari, sawah yang sudah terendam berada di dua desa, yakni Desa Teluk Leban dan Desa Batu Sawar. Total luas sawah yang terendam di kedua desa itu mencapai 115 hektar. 

"Laporan yang kami dapat baru di dua desa itu. Di Desa Teluk Leban sudah terendam banjir seluas 80 hektar, dan di Desa Batu Sawar 35 hektar," kata Hayatul Islami, Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan Batanghari kepada Tribun, Jumat (6/5).

Dijelaskannya, tanaman padi sawah yang terendam beberapa hari itu baru berusia di bawah satu bulan. Bila luapan air sungai tidak juga surut dalam satu minggu lagi, kemungkinan besar padi yang menggunakan bibit lokal itu akan mati. "Tapi kalau dalam dua atau tiga hari ini sungai sudah surut, masih bisa diselamatkan," ungkapnya.

Sawah yang terendam kemungkinan masih banyak lagi, namun belum dilaporkan oleh masyarakat atau petugas di lapangan. "Mungkin masih ada, kami akan kroscek lagi ke lapangan untuk memastikannya, dan menganalisa kerugian yang dialami petani," ucapnya. 

Meluapnya Sungai Batanghari dan beberapa anak sungai tidak menyebabkan terlalu luas lahan sawah yang terendam. Hal tersebut karena mayoritas petani sawah di Batanghari belum memasuki musim tanam. Sebagian besar akan mulai tanam pada Juni mendatang.

"Sebagian besar yang terendam ini karena mereka menanam lebih cepat dari biasanya. Mungkin karena di bagian hulunya (Tebo) sudah  musim tanam, lalu petani kita sebagian ikut mulai menanam," tuturnya.
Pemayung Waspada

Ketinggian air Sungai Batanghari dan beberapa anak sungainya mulai kemarin berangsur-angsur surut. Pantauan Tribun di Muara Bulian, ketinggian air sudah berkurang sekitar 40 sentimeter bila dibandingkan dengan kondisi dua hari sebelumnya.

Nopriadi, warga RT 09 Kelurahan Pasar Baru, yang sudah hampir seminggu halaman rumahnya digenangi air setinggi paha orang dewasa mengatakan air mulai surut sejak Kamis malam. "Kalau kecepatan air surut seperti ini, mungkin tiga hari lagi normal," katanya.

Sekretariat Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB), yang berada di kantor Kesbangpol Linmas, juga menyebut banjir yang terjadi di beberapa desa di Kabupaten Batanghari sudah berkurang. Satlak meyakini kondisi akan pulih dalam waktu dekat bila intensitas hujan berkurang.

"Namun setelah banjir di bagian hulu mulai surut, yang kini harus waspada adalah yang berada di bagian hilir, yaitu di Kecamatan Pemayung," kata Sulaiman Efendi, Kakan Kesbangpol Linmas Batanghari. 

Ia mengungkapkan demikian mengingat banjir yang terjadi, merupakan banjir kiriman, yakni akibat meluapnya sungai di bagian hulu. "Kalau di hulu sudah mulai turun, berarti di bagian hilir akan semakin naik. Kami imbau warga Pemayung yang berada di sepanjang bantaran sungai agar mulai waspada," ucapnya.

Sampai kemarin, kondisi di Kecamatan Pemayung belum mengkhawatirkan. Sudah ada belasan rumah yang halamannya terendam, namun belum sampai mengganggu aktivitas warga disana. "Sampai saat ini warga belum resah. Kalau tidak terjadi hujan deras dalam beberapa hari ini, luapan sungai di bagian hulu dan hilir akan cepat turunnya," jelasnya.  

Di Kecamatan ini, kemungkinan sawah yang akan terendam banjir sangat kecil, mengingat petani yang mempunyai sawah di dekat sungai belum mulai menanam padi. "Di Kecamatan Pemayung sampai sekarang belum mulai menanam," kata Hayatul.

Banjir di Muara Bulian Belum Surut



Kamis, 5 Mei 2011 
03052011_banjir_batanghari.jpg

Banjir di Batanghari, Rabu (3/5)


MUARA BULIAN, - Banjir yang melanda beberapa kelurahan di Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, hingga sore ini belum juga surut. Luapan air sungai Batang Bulian masih menggenangi halaman pulurahn rumah warga.

Pantauan , di Kelurahan Pasar Baru, air menggenangi halaman rumah mulai dari setinggi lutut hingga setinggi pinggang orang dewasa. Warga yang halaman rumahnya tergenang itu banyak yang harus menggunakan sampan untuk memasuki rumahnya.

Sekretaris Satlak Penanggulangan Bencana (PB) Batanghari mengatakan ketinggian air sungai masih bertahan. "Untuk banjir yang di Muara Bulian ini belum surut, tapi di kecamatan lainnya sudah mulai surut," kata Samral, Sekretaris Satlak PB Batanghari kepada Tribunjambi.com, Kamis (5/5).

Rabu, 04 Mei 2011

Masarakat muara bulian kebanjiran


Belasan rumah yang berada di RT 09 Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Muara Bulian, tergenang akibat meluapnya Sungai Batang Bulian, Sabtu (5/5). Sungai yang bermuara ke Sungai Batanghari itu diperkirakan naik satu meter.

Pantauan di lokasi, ketinggian air yang sudah merendam halaman rumah itu mulai dari setinggi lutut hingga setinggi pinggang orang dewasa. Kondisi itu sudah mengganggu aktivitas warga setempat. Sebagian sudah harus menggunakan sampan bila hendak keluar masuk rumahnya.



Pemukiman yang sudah tergenang itu berada tidak jauh dari bibir sungai. Rumah tersebut semuanya rumah panggung. Belum satu rumah pun yang lantainya terendam.  Air belum menyentuh lantai rumah warga, baru sebatas merendam halaman,” kata Ibrahim, Ketua RT 09 .

Nopriandi, warga setempat mengatakan, sejak Sabtu hingga kemarin siang ketinggian air disana semakin bertambah sekitar 30 sentimeter. Dia memperkirakan seluruh rumah yang ada di wilayah RT itu, dan puluhan rumah di RT tetangganya akan tergenang bila ketinggian air bertambah 30 sentimeter lagi.

 Saya perkirakan semua rumah yang berada di pinggir sungai ini akan tergenang besok (hari ini), bila sungai terus meluap. Apalagi sempat hujan deras turun lagi, kondisi akan mengkhawatirkan,” ujar Nopriadi yang ditemui di rumahnya yang sudah dikelilingi luapan air sungai tersebut.

Meluapnya air sungai batang bulian membuat warga di sana kesulitan mendapatkan air bersih. Mereka selama ini mengandalkan air sumur untuk mandi dan mencuci. Namun kini sumur-sumur  yang ada di RT itu sudah dimasuki luapan air sungai.  Bingung, mungkin akan minta ke sumur di RT lain,” ucapnya. Sedangkan untuk air minum, penduduk disana sudah memanfaatkan air galon yang dibeli di depot air.

Ketua RT setempat menambahkan, selain masalah air bersih, penduduk disana juga sudah mulai panik dengan ternak dan tanamanya. Puluhan ekor ayam, kambing, dan sapi sudah diungsikan ke tempat yang lebih tinggi. Bila air tidak juga surut, kemungkinan besar ternak tersebut akan dijual, menghindari kerugian.

 Setiap banjir datang, kami akan mengalami banyak masalah, mulai masalah penyakit sampai masalah sumber penghasilan. Kondisi banjir di sini diperparah sejak dibangunnya pintu air di hilir sungai ini. Kalau saja pintu air itu belum ada, kami belum mendapatkan banjir,” katanya.

Pintu air tersebut berada sekitar 100 meter dari pertemuan antara Sungai Batang Bulian dengan Sungai Batanghari. Pantauan di pintu air itu, ketinggian Sungai Batang Bulian lebih tinggi satu meter dibandingkan sungai Sungai Batanghari.

Ia menyebut, keberadaan pintu air tersebut sudah menyusahkan warga setempat. Biasanya banjir akan terjadi di wilayah itu bila hujan deras sangat sering turun di bagian hulu sungai. Namun saat ini, biarpun tidak sering terjadi hujan deras, mereka ketiban banjir karena air dari Sungai Batang Bulian tidak bebas keluar di pintu air. Kondisi itu, sambungnya, mereka alami sejak dua tahun terakhir ini..

Pemerintah sendiri belum mendapat laporan terkait adanya banjir yang melanda belasan rumah itu.  Sampai sekarang belum ada laporan, baik dari warga maupun dari kelurahan,” kata Hj Nelly, Camat Muara Bulian saat dikonfirm di ruang kerjanya.

Namun setelah mendapat informasi yang disampaikan wartawan, katanya, ia akan langsung turun ke lokasi untuk meninjau keadaan yang sebenarnya.  Sore ini saya akan turun langsung kesana. Setelah itu kami akan cari solusi pemecahan masalahnya dan salurkan bantuan,” ungkapnya.

Lindungi Kawasan Lahan Gambut


LAHAN GAMBUT: Salah satu lahan gambut yang potensi pelepasan emisi karbonnya tinggi akibat dibakar.
KERUSAKAN lahan gambut di Jambi menjadi perhatian dunia internasional. Demikian yang dikatakan Koordinasi Teknis ZSL Mulyadi, kemarin (03/05).
Menurut Mulya, kawasan hutan bergambut memiliki payung hukum yang jelas untuk dilindungi. Payung hukum itu yakni Keppres Nomor 32 Tahun 1990. Di sana telah diatur bahwa lahan gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter dilarang untuk dikonversi.
Tapi pratek di lapangan, sebagian besar kawasan bergambut di Jambi dengan kedalaman di atas 3 meter banyak perusahaan yang beroperasi untuk mengambil hasil hutan. Itu sebabnya, kini kerusakan lahan gambut di dataran rendah Sumatera, hutan gambut di Jambi mengalami kerusakan yang cukup parah. "Banyak perusahaan di Jambi yang mengelola lahan gambut di atas ketentuan. Ini jelas melanggar Keppres. Penegakan hukum bidang lingkungan tidak dilakukan secara maksimal. Peraturan tidak pernah ditegakkan," kata Mulya.
Rusaknya lahan gambut di Jambi, katanya, sudah lama menjadi perhatian dunia internasional. Hal itu dimungkinkan karena emisi gas rumah kaca akibat rusaknya lahan gambut di daerah Jambi cukup tinggi.
Dia menjelaskan, lahan gambut yang ada di Provinsi Jambi tersebar di Kabupaten Tanjabtim, dan dan Tanjabar. Yang terluas berada di Tanjab Timur, hampir 2 juta Ha berda pada hutan lahan gambut (HLG). Apabila HLG ini mengalami kerusakan atau terbakar pasti akan banyak melepaskan karbon.
"Lepasnya emisi karbon dari rusaknya lahan gambut di Jambi setara dengan emisi gas rumah kaca dunia selama setahun," kata Mulya. Mulya mengatakan, 50 persen dari emisi gas rumah kaca Indonesia berasal dari lahan gambut.
                "Luasnya kawasan gambut yang rusak itu akan menyebabkan besarnya kontribusi gas rumah kaca yang dihasilkan dan terlepas," katanya.
                Menurut Mulya, salah satu cara menjaga agar kandungan karbon tidak teremisikan ke atmosfer, pemerintah Indonesia harus melindungi kawasan gambut tadi. Tentunya penyelamatan kawasan gambut ini dengan melakukan penegakan hukum lingkungan itu sendiri.
                “Jangan memberikan izin kepada perusahaan, tanpa melihat kembali dampak kerusakan yang terjadi. Kalau seluruh kawasan gambut dengan kedalaman tiga meter harus dilepas dan berubah menjadi lahan perkebunan pasti akan banyak menimbulkan kerusakan lingkungan,”pungkasnya.

Senin, 02 Mei 2011

Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan: Advokat yang Jalankan Tugas Tak Boleh Dikriminalisasi


Jakarta- Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) Dr Otto Hasibuan SH MM menegaskan bahwa Mangara Siagian SH adalah advokat yang terdaftar di Peradi secara sah. ”Jadi Mangara bukan orang gelap, dia resmi sebagai anggota Peradi, jadi jangan dikriminalisasi dan harus dilindungi haknya sebagai advokat,” tegas Otto Hasibuan kepada wartawan dalam konferensi pers yang secara khusus menegaskan tentang status Mangara Siagian sebagai advokat, jum’at (28/11) di kantor DPN Peradi Jakarta. Dalam konferensi pers tersebut Otto Hasibuan bersama Mangara Siagian didampingi H Bahrul Ilmi Yakup SH MH dari DPC Peradi Palembang dan Ketua Dewan Kehormatan Peradi DKI Jakarta, Jack R Sidabutar SH MM MSi. Penegasan Otto tersebut disampaikan berkaitan status Mangara Siagian yang diumumkan di media oleh rekan sesama advokat di Jambi: Albert Simbolon SH, Jumanto SH, Suratno SH dan Hery SH, bahwa Mangara Siagian bukan advokat. Keempat advokat itu adalah advokatnya Tanoto Yacobus alias Ayong-pemilik PT Indo Kebun Unggul (IKU) yang menjadi rival warga SAD Kubu.
Seperti diketahui pada waktu itu Mangara sebagai advokat yang sedang beracara selaku kuasa hukum Suku Anak Dalam (SAD) Kubu Batanghari, Jambi. Mangara dituduh mencuri sawit, karena warga SAD Kubu di Sialang Puguk, memanen sawit di area yang diklaim oleh keempat advokat PT IKU sebagai milik PT IKU. Padahal tidak demikian adanya, Kepala BPN Batanghari secara jelas menyatakan tidak ada HGU PT IKU dan lahan itu adalah milik ulayat SAD Kubu. Akibat dari rekayasa berita-berita di media itu, Mangara langsung jadi bidikan pihak polres Batanghari. Mangara di tangkap dan dimasukkan ke sel penjara. Tak hanya itu, Mangara dan keluarganya sering diteror dan diintimidari oleh oknum-oknum polres Batanghari.
Selain itu, perkara yang Mangara tangani menjadi terhenti karena Mangara terhalang untuk melakukan tugasnya sebagai advokat untuk membela hak-hak dan kepentingan kliennya, SAD Kubu. ”Saya minta tindakan skenario yang demikian sehingga Mangara tidak dapat melakukan tugasnya sebagai advokat itu sangat merendahkan profesi advokat, dan ini harus kita lawan sampai kemanapun,” tegas Otto Hasibuan.
Mangara Siagaian ini lanjutnya, adalah anggota Peradi dan tak ada seorangpun yang bisa membantah hal tersebut, oleh karena itu Otto meminta para aparat penegak hukum di Jambi agar memperlakukan Mangara sebagai advokat dalam hal ini adalah penegak hukum. ”Sesuai komitmen kami dengan Kapolri beberapa waktu lalu, dan juga sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, saya minta aparat hukum di Jambi tidak mengkriminalisasi profesi advokat,” pintanya.
Advokat itu tambah Otto, mempunyai hak imunitas dan tidak identik dengan kliennya, sehingga ketika advokat membela kliennya dia tidak boleh dipersamakan dengan kliennya. Otto juga meminta agar Kejaksaan Muarabulian, harus segera meninjau ulang P 21 yang dibuatnya dan menghentikan perkara Mangara Siagian. Karena substansi perkaranya sendiri sangat sumir di mana perkara ini tidak boleh dijalankan dulu karena ada sengketa kepemilikan tentang lahan tersebut, sehingga tidak ada yang bisa membuktikan tentang adanya perbuatan-perbuatan pidana seperti yang dituduhkan oleh pihak Kapolres maupun Kajari terhadap Mangara dan SAD Kubu.
Otto juga meminta kepada seluruh advokat yang ada di Jambi untuk bersatu padu dan membela panji-panji advokat agar jangan sampai terpecah belah, karena profesi adavokat adalah profesi yang terhormat yang harus dijaga dan dilindungi martabatnya.
Sehubungan dengan kasus Mangara tersebut pada 12 Desember mendatang Tim DPN Peradi yang langsung dipimpin Otto Hasibuan berjanji akan turun ke Jambi untuk mengklarifikasi dan menuntaskan masalah ini. Menurutnya tak cukup hanya dengan pernyataan di pers seperti ini untuk memulihkan nama baik Mangara sebagai advokat, DPN Peradi sudah mengirim surat secara resmi yang ditujukan kepada Kajari dan Kapolres yang menyatakan bahwa Mangara adalah advokat dan supaya diperlakukan sebagai advokat. Selain itu Otto juga menyatakan akan berkirim surat ke Jaksa Agung maupun Kapolri.
Penegasan Otto ini juga akan disampaikannya secara langsung pada 13 Desember mendatang, ketika Tim DPN Peradi turun ke Jambi.
Mengenai akan dilantiknya Albert Simbolon sebagai Ketua DPC Peradi Jambi, padahal ia sudah melecehkan Mangara sebagai advokat yang mengatakan Mangara Bukan advokat, Otto berkomentar bahwa itu akan diusut secara khusus oleh Dewan Kehormatan Peradi.
Jangankan advokat yang di daerah, menurut Otto kalau memang Alber Simbolon setelah diperiksa oleh Dewan Kehormatan terbukti bersalah maka walaupun dia dilantik menjadi Ketua DPC Peradi Jambi maka bisa dipecat. ”Todung Mulya Lubis yang adavokat kelas internasional saja bisa dipecat,” tegasnya. Bahkan Otto menegaskan siapapun bila dinyatakan bersalah oleh Dewan Kehormatan, termasuk dirinya bisa dipecat.
Jadi biarlah Tim Dewan Kehormatan Peradi yang mengusut kasus tersebut, ”apalagi baru kemarin Mangara secara resmi membuat pengaduannya ke Dewan Kehormatan Peradi. Tentunya kasus ini akan diproses oleh pihak Dewan Kehormatan dengan memanggil keempat advokat yang dilaporkan oleh Mangara,” kata Otto.

Bathin IX Mencari Kemerdekaan (1)



Murid sekolah dasar. Atupun mungkin murid sekolah dari taman kanak-kanak sudah tahu negara ini merdeka dari tahun 45. Semua rakyat Indonesia pun tahu itu. Tapi seperti apakah hakekat sebuah kemerdekaan? Benarkah bagi orang-orang yang ada di negeri ini merasakan merdeka? Mungkin belum semua lapisan masyarakat yang ada di negeri ini merasakan merdeka seutuhnya.
Apa saya tulis berikut ini adalah, penglihatan saya dan pendengaran saya mengenai masyarakat yang belum merdeka seutuhnya. Memang kita sudah merdeka dari jajahan negara asing yang frontal. Tapi merdeka dari penindasan, pembodohan dan pemiskinan? Saya berani mengatakan mereka belum merdeka!
Berbekal tulisan dari Irma Tambunan mengenai Suku Bathin IX di Jambi pada harian KOMPAS di kolom SOSOK sebulan yang lalu, saya nekad mencari informasi sebanyak-banyak mengenai suku ini dan juga mengenai sosok yang ditulis oleh Irma. Semua kontak yang ada di Jambi saya hubungi untuk melacak siapa orang yang ada dimaksud didalam harian KOMPAS. Benarkan Suku Bathin IX ini ada di Jambi dan kondisinya ‘tenggelam’.
Informasi awal yang ingin saya dapatkan akhirnya terkumpul. Melalui media komunikasi telpon saya berhasil mengumpulkan beberapa informasi awal tersebut.
13025788811083162751
Pak Abunyani menunjukkan peta sederhana wilayah adat Bathin IX
14 Maret 2011 saya langsung terbang ke Jambi. Setelah empat hari mengunjungi beberapa teman di Jambi saya langsung memutuskan untuk tinggal dirumah Pak Abunyani di Desa Kilangan, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batang Hari. Sosok yang ada dituliskan di harian KOMPAS tersebut. Di rumahnya yang sederhana saya mendapatkan banyak informasi mengenai Suku Bathin IX. Saya juga menjadi mengerti kenapa beliau bersikukuh untuk mengangkat kasus-kasus yang terjadi di komunitasnya. Karena saya tidak puas hanya mendengar cerita dari beliau. Saya minta beliau mengantarkan saya ke lokasi-lokasi konflik tersebut. Lokasi dimana masih ada masyarakat adat suku Bathin IX yang tetap mempertahankan tanah ulayatnya walaupun harus menghadapi berbagai macam kecaman dan intimidasi.
Berdasarkan cerita sejarah, Suku Bathin IX adalah komunitas pertama penghuni Jambi dan memiliki sebagian hutan adat di Jambi. Komunitas adat ini awalnya menempati sepanjang sembilan anak sungai yaitu Sungai Semak (saat ini leih dikenal dengan Sungai Bulian), Sungai Bahar, Sungai Singoan, Sungai Jebak, Sungai Jangga, Sungai Telisak, Sungai Sekamis, Sungai Semusir, dan Sungai Burung Hantu. Semua sungai ini bermuara ke Sungai Batang Hari. Sejak lama pemerintah menggabungkan Komunitas Suku Bathin IX ini dengan Orang Rimba menjadi satu istilah yaitu Suku Anak Dalam (SAD). Pemerintan menganggap mereka sama, padahal mereka berbeda komunitas dan beda adat istiadat.
Esok paginya sekitar jam delapan pagi Pak Abunyani mengajak saya ke Sialang Pugug, Desa Singoan. Disana saya bertemu dengan beberapa masyarakat Bathin IX yang konflik dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Induk Kebun Unggul (PT IKU). Pada tahun 1995 tanah masyarakat dijadikan perkebunan kelapa sawit dimana sebelumnya dijanjikan akan bagi hasil jika nanti perkebunan tersebut menghasilkan. Pola kemitraan ini dulunya dipimpin oleh seorang cukong yaitu Tanoto Ayong-sebagai bapak angkat. Mereka bekerjasama dengan KUD Sinar tani. Kemitraan Masyarakat dan KUD ini dilakukan melalui pola Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) dengan cara pembagian 70% untuk petani dan 30% untuk perusahaan yaitu PT IKU. Direktur Utama PT IKU adalah Tanoto Ayong.
Sejak ditandatangani kesepakatan pola kemitraan dengan PT IKU, sekitar 2300 ha hutan adat milik masyarakat Suku Bathin IX dibabat habis oleh perusahaan. Kawasan hutan yang tergabung didalam 4 desa yaitu Desa Olak, Aro, Ma Singoan dan Desa Sungai Baung. Kayu-kayu yang sudah ditebang tersebut dikuasai oleh perusahaan PT IKU. Berdasarkan surat kesepakatan dan perjanjian dengan PT IKU, perusahaan akan membiayai kebutuhan hidup masyarakat yang tanahnya sudah dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit selama 48 bulan (sampai perkebunan kelapa sawit tersebut menghasilkan buah). Tentu saja dengan harapan besar pola kemitraan ini, mereka rela melepaskan tanah-tanah mereka untuk ditanami kelapa sawit, agar bisa meningkatkan pendapatan dan taraf hidup mereka.
Tapi janji, harapan besar dan mimpi indah itu tiba-tiba menjadi hilang dan menjadi sebuah mimpi buruk bagi mereka. Menjadi sumber malapetaka dan bencana. Pemiskinan secara terang-terang yang direstui oleh pemerintah. Setelah hutan habis ditebang dan kayu-kayunya sudah diangkut oleh perusahaan, lahan yang ditanami kelapa sawit hanya 663 ha. Biaya hidup yang dijanjikan selama 48 bulan hanya terlaksana beberapa bulan saja. Bibit kelapa sawit yang ditanami oleh perusahaan PT IKU dilahan tersebut juga tidak dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya. Belakangan diketahui bahwa Tanoto Ayong sengaja mentelantarkan perkebunan sawit yang sudah disepakati karena sudah mendapat keuntungan dari hasil penjualan kayu-kayu disaat melakukan land clearing.
Tanoto Ayong selaku Direktur Utama PT IKU dikabarkan menghilang dari Jambi. Diketahui juga Tanoto Ayong terlibat banyak kasus di Jambi. Sampai dengan sekarang tidak peduli dengan nasib masyarakat yang ada di Desa Singoan.
Saat ini posisi masyarakat menjadi terjepit dan tidak ada pilihan yang menguntungkan. Dilanggarkan semua perjanjian dan kesepakatan yang dibuat berarti sama saja membunuh sumber matapencaharian dan harapan. Karena himpitan ekonomi dan untuk memenuhi kebutuhan hidup, pada bulan Desember tahun 2007 masyarakat Suku Bathin IX didamping pengacaranya yaitu Mangara Siagian, SH dan kawan-kawan mencoba menghubungi beberapa aparat pemerintah diantaranya Kaporles Batanghari dan Kasat Brimobda Jambi untuk meminta izin untuk melakukan pemanenan kelapa sawit yang sudah ditanam. Hasil pertemuan itu disepakati boleh dilakukan pemanen secara bersama dan didampingi oleh aparat keamanan dari Brimob dan pihak tim pengacara.
Pada tanggal 20 Januari 2008 proses pemanenan bersama dilakukan. Proses pemanenan ini dilakukan oleh masyarakat didamping Brimob dan tim pengacara. Tapi apa yang terjadi? Ketika proses pemanenan dilakukan, sekelompok aparat dari Polres Batang Hari datang ke lokasi kebun. Proses panen dihentikan dan mereka yang lagi panen buah sawit langsung dibawa ke Polres Batang Hari dan ditahan. Mereka didakwa melakukan pencurian buah sawit milik perusahaan. Polres Batang Hari juga menangkap pengacara Mangara Siagian, SH dengan tuduhan sebagai otak pelaku pencurian buah sawit. Dari 60 orang yang melakukan panen bersama, sebanyak 16 orang masyarakat yang melakukan panen tersebut ditahan selama 7 bulan kurungan.
Mungkin inilah nasib rakyat yang belum merdeka seutuhnya. Nasib orang kecil, lemah dan tidak mempunyai sebuah kekuatan untuk meruntuhkan sebuah tembok yang ada didepannya ketika tembok tersebut menghalangi jalan mereka.
Tanah ulayat yang sudah terlanjur mereka sepakati untuk menjadi perkebunan kelapa sawit membawa derita. Ketika memanen tanaman yang ada ditanah sendiripun menjadi masalah. “Sebelum ada perusahaan masuk, kami ini aman. Buahan-buahan, tumbuh-tumbuhan banyak. Durian, cempedak, semua ada. Sekarang ini klo tidak beli buah-buahan diluar, kami tidak akan pernah bisa mencicipi rasa buah-buahan tersebut. Sejak perusahaan masuk, kami kesusahan sekali. Tanah kami digarap oleh perusahaan sawit, ternyata hasilnya tidak diberikan kepada kami. Jika kami olah tanah yang belum tertanam kelapa sawit, polisi datang dan dipenjara. Sedangkan kami merasa tanah ini adalah warisan dari nenek-nenek kami”. Keluh Pak Zainudin yang saat ini menjadi Ketua RT di Dusun Sialang Pugug.
1302578976530771916
Pak Zainudin menunjukkan surat panggilan dari Polres Batang Hari
Zainudin juga menjelaskan bahwa pada bulan September tahun 2010, ketika mereka mengolah tanah mereka. Semua orang yang mengolah tanah mereka dikirimin surat dari Polres Batang Hari. Mereka dianggap melakukan perkara tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak (Pasal 385 KHUP). Surat resmi yang dipojok kiri atas tertulis dengan huruf kapital “DEMI KEADILAN” terebut ditandatangani oleh Kasat Reskrim selaku penyidik, yaitu Prasetiyo Adhi Wibowo, SIK. “Katanya klo 3 kali dipanggil kami tidak hadir, kami dianggap menentang hukum. Hukum apa yang saya tentang?” lanjut Zainudin.
(Bersambung)

Masarakat Muara Bulian Mulai Hadapi Banjir



|
banjir.jpg



MUARA BULIAN,  
Banjir mulai melanda Kabupaten Batanghari.

Belasan rumah di RT 09 Kelurahan Pasar Baru, Muara Bulian, tergenang air, akibat meluapnya sungai Batang Bulian.

Pantauan di lapangan, ketinggian air sudah naik sekitar satu meter, jika dibandingkan kondisi normal.

Walau demikian, air belum sampai menggenangi rumah, yang didominasi rumah panggung.

Ketua RT 09, Ibrahim, mengatakan air mulai naik sejak Sabtu malam.

"Mulai tadi malam semakin cepat naiknya. Mungkin masih akan bertambah tinggi lagi," ucapnya kepada Tribunjambi.com, Senin (2/5).