KERUSAKAN lahan gambut di Jambi menjadi perhatian dunia internasional. Demikian yang dikatakan Koordinasi Teknis ZSL Mulyadi, kemarin (03/05).
Menurut
Mulya, kawasan hutan bergambut memiliki payung hukum yang jelas untuk
dilindungi. Payung hukum itu yakni Keppres Nomor 32 Tahun 1990. Di sana
telah diatur bahwa lahan gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter
dilarang untuk dikonversi.
Tapi
pratek di lapangan, sebagian besar kawasan bergambut di Jambi dengan
kedalaman di atas 3 meter banyak perusahaan yang beroperasi untuk
mengambil hasil hutan. Itu sebabnya, kini kerusakan lahan gambut di
dataran rendah Sumatera, hutan gambut di Jambi mengalami kerusakan yang
cukup parah. "Banyak perusahaan di Jambi yang mengelola lahan gambut di
atas ketentuan. Ini jelas melanggar Keppres. Penegakan hukum bidang
lingkungan tidak dilakukan secara maksimal. Peraturan tidak pernah
ditegakkan," kata Mulya.
Rusaknya
lahan gambut di Jambi, katanya, sudah lama menjadi perhatian dunia
internasional. Hal itu dimungkinkan karena emisi gas rumah kaca akibat
rusaknya lahan gambut di daerah Jambi cukup tinggi.
Dia
menjelaskan, lahan gambut yang ada di Provinsi Jambi tersebar di
Kabupaten Tanjabtim, dan dan Tanjabar. Yang terluas berada di Tanjab
Timur, hampir 2 juta Ha berda pada hutan lahan gambut (HLG). Apabila HLG
ini mengalami kerusakan atau terbakar pasti akan banyak melepaskan
karbon.
"Lepasnya
emisi karbon dari rusaknya lahan gambut di Jambi setara dengan emisi
gas rumah kaca dunia selama setahun," kata Mulya. Mulya mengatakan, 50
persen dari emisi gas rumah kaca Indonesia berasal dari lahan gambut.
"Luasnya
kawasan gambut yang rusak itu akan menyebabkan besarnya kontribusi gas
rumah kaca yang dihasilkan dan terlepas," katanya.
Menurut
Mulya, salah satu cara menjaga agar kandungan karbon tidak teremisikan
ke atmosfer, pemerintah Indonesia harus melindungi kawasan gambut tadi.
Tentunya penyelamatan kawasan gambut ini dengan melakukan penegakan
hukum lingkungan itu sendiri.
“Jangan
memberikan izin kepada perusahaan, tanpa melihat kembali dampak
kerusakan yang terjadi. Kalau seluruh kawasan gambut dengan kedalaman
tiga meter harus dilepas dan berubah menjadi lahan perkebunan pasti akan
banyak menimbulkan kerusakan lingkungan,”pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar